Wednesday, September 19, 2007

Kebutuhan Anjungan Minyak dan Kapal Diprediksi Terus Meningkat

Kebutuhan Anjungan Minyak dan Kapal Diprediksi Terus Meningkat

Jakarta (ANTARA News) - Kebutuhan peralatan canggih rig atau anjungan untuk proses pencarian minyak mentah, terutama di lepas pantai, penyediaan berbagai jenis kapal dan peralatan reparasi serta perlengkapannya, diperkirakan terus meningkat di tahun-tahun mendatang, sehingga industri maritim bisa tumbuh semakin pesat.

"Diperkirakan terdapat peningkatan permintaan bagi pekerjaan di laut dalam," kata General Manajer, Group Corporate Communication Keppel Group, Wang Look Fung, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikemukakannya sehubungan dengan perkiraan prospek bisnis Keppel Land 2007 dan 2008, setelah dikeluarkannya pengumuman mengenai laba bersih kelompok usaha ini yang mencapai 599 juta dolar AS selama semester pertama 2007.

Divisi Offshore dan Marine Keppel baru-baru ini mencatat kontrak senilai 305 juta dolar untuk membuat berbagai peralatan seperti "floatel" yang merupakan akomodasi terapung pertama untuk alam yang sangat keras di Laut Utara. Divisi kegiatan lepas pantai ini juga memproduksi berbagai peralatan seperti alat pemboran di laut dalam.

Keppel memiliki empat divisi, selain peralatan lepas pantai juga properti, infrastruktur serta investasi. Divisi properti telah membangun berbagai proyek terutama di Asia dan Timur Tengah, seiring dengan kemajuan pesat ekonomi di kedua kawasan itu.

Ia mencontohkan kini perusahannya mendapatkan pesanan untuk membangun pemukiman mahal yang tidak hanya mencakup perumahan di tepi pantai tapi juga lapangan golf, sehingga kapal pesiar atau yacht bisa berlabuh.

Perusahaan itu akan fokus pada pembangunan kota-kota mandiri berskala besar dengan mencari lokasi-lokasi baru, katanya sembari mencotonhkan bahwa divisi properti telah membangun proyek di Ho Chi Minh City, Vietnam.

Selain itu Keppel juga membangun proyek properti di Singapura, Timur Tengah dan serta sejumlah negara Eropa.

Prospek Bisnis LPG Menjanjikan

Prospek Bisnis LPG Menjanjikan
Buat Apa Bertahan dengan BBM jika LPG Berlimpah?



JAKARTA – LPG (Liquified Petroleum Gas) atau yang biasa dikenal dengan sebutan Elpiji kini memasuki babak baru dalam pemanfaatannya di dalam negeri. Selama ini dari konsumsi sebesar 100.000 metrik ton (MT) per bulan di tahun 2004, Elpiji lebih banyak digunakan oleh sektor rumah tangga (69 persen), lalu hotel berbintang dan restoran (13 persen), dan industri sebanyak 18 persen.

Namun kini, utilisasi dari LPG diperluas hingga ke pembangkit-pembangkit listrik milik PLN. Sekadar gambaran, produksi LPG nasional saat ini tercatat kurang lebih 3,5 juta MT dan dari jumlah tersebut sebagian besar diekspor.
Utilisasi yang rendah dari Elpiji terlihat jelas dari persentase rata-rata konsumsi per kapita di Indonesia yang hanya sebesar 0,5 persen dari jumlah penduduk. Malaysia padahal sudah mencapai 5 persen dan Thailand sebesar 2 persen dari jumlah penduduknya.
Pemerintah sendiri mencanangkan peningkatan konsumsi Elpiji nasional hingga mencapai 3 juta metrik ton. Pertanyaannya, apakah LPG yang juga dipakai di dapur-dapur itu juga digunakan di pembangkit listrik? Tentu saja berbeda.
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kardaya Warnika menjelaskan LPG yang diproduksi di Indonesia terbagi dua, yakni jenis yang refrigerated dan press rise. Yang dipakai di dapur atau di tabung, itu adalah yang press rise. Kalau yang dihasilkan oleh LNG Plant biasanya adalah jenis refrigerated. Mengubahnya menjadi press rise diperlukan peralatan tertentu.
“Jadi, untuk kebutuhan domestik selama ini adalah yang press rise, sementara yang refrigerated tidak bisa langsung dipakai di dalam negeri sehingga sebagian besar diekspor. Jenis refrigerated inilah yang akan digunakan oleh pembangkit listrik PLN,” ujar Kardaya.
Ia mengungkapkan utilisasi dari LPG untuk pembangkit itu justru akan memberi penghematan (savings) bagi PLN. Akan ada savings di pembangkitan listrik. Kedua, kalau konsumsi atau volume BBM turun maka besar subsidi turun. Soal berapa banyak permintaan dari PLN, Kardaya menyatakan produsen gas siap menyuplai.
“Kontrak LPG memang bervariasi ada yang 1 tahun, 6 bulan. Tetapi bisa saja kontrak jangka panjang, harganya kan bisa dikaitkan dengan harga pasar,” ujar Kardaya di Jakarta, Kamis (7/7) di sela-sela acara penandatanganan penjualan gas. Ditambahkannya, tergantung pembangkit PLN lokasinya di mana. Jika di Kalimantan Barat, BP Migas bisa menunjuk lapangan Belanak untuk memproduksi LPG.

Ekstensifikasi
Selama ini, PT Pertamina (Persero) adalah pemain satu-satunya di bisnis LPG. Jadi, jika kini produsen migas lainnya atau KKS (Kontrak Kerja Sama) di bawah payung BP Migas menyuplai LPG untuk PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) Gresik milik PLN, ini tentu menjadi babak baru ekstensifikasi bisnis LPG.
Sumber gas bumi di Indonesia sebenarnya cukup besar, mencapai lebih dari 100 TCF (triliun kaki kubik). Cadangan itu terpencar di seluruh Indonesia, terutama di Sumatera bagian Utara, Sumatera bagian Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Natuna, Jawa sebelah tenggara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Angka cadangan itu akan terus meningkat, karena bagian terbesar kawasan timur Indonesia baik darat maupun di lepas pantai, relatif masih banyak yang belum diselidiki. Sekitar 22 cekungan yang sebagian terbesar terletak di ka-wasan timur Indonesia belum dibor.
Dari sisi permintaan, gas bumi cukup potensial. Utilisasinya sangat luas, mulai dari kalangan rumah tangga, industri (pupuk, petrokimia, semen, pabrik baja), listrik, hingga transportasi.
LPG tak hanya digunakan untuk memasak, tetapi juga untuk keperluan penerangan, water heater, gas stove, rice cooker, seterika, dan lain-lain. Dan secara umum, LPG ini digunakan untuk restoran, rumah sakit, laboratorium, industri, pabrik-pabrik, perusahaan keramik, dok, perkapalan, bengkel, dan lain-lain.
LPG juga digunakan sebagai alat penekan pada industri yang menghasilkan produk seperti deodoran, minyak wangi, alat kosmetik, dan sebagainya. Selain itu, pada industri keramik, LPG digunakan sebagai alat bantu penyemprot cat keramik serta bahan bakar pemanas.
Di bidang industri, produk LPG digunakan sebagai pengganti freon, aerosol, refrigerant/cooling agent, kosmetik, dan dapat pula dijadikan bahan baku produk khusus.LPG pun digunakan sebagai tenaga penggerak atau bahan bakar bagi kendaraan bermotor. Jadi singkatnya, industri LPG di Indonesia tetap memiliki prospek yang cerah.

Swasta
Elpiji dapat dihasilkan dari kilang Unit Pengolahan (UP) Direktorat Hilir atau kilang swasta, yaitu pihak swasta yang bekerjasama dengan Daerah Operasi Hulu (DOH) Direktorat Hulu. LPG juga dihasilkan dari gas bumi yang dihasilkan lapangan Attaka (Kalimantan Timur) dan lapangan Ardjuna (laut Jawa).
Mengikuti meningkatnya konsumsi bahan bakar serta munculnya teknologi yang lebih canggih, LPG telah dihasilkan bukan saja oleh kilang minyak tetapi juga oleh kilang LPG.
Kilang LPG tersebut dibangun di beberapa lapangan minyak antar lain di lapangan Rantau (Aceh), Tuga Barat dan Mundu (Jawa Barat), Arar (Irian Jaya), lepas pantai laut Jawa (di daerah kerja ARCO), dan di Tanjung Santan (Kalimantan Timur, dioperasikan oleh Union Oil).
Produksi Elpiji Direktorat Hulu tahun 2001 dihasilkan dari Limau Timur sebanyak 59.400 ton per tahun, Air Serdang 66.000 ton per tahun, dan Rantau 13.200 ton per tahun. Sedangkan produksi swasta yang bekerjasama dengan Dit. Hulu masing-masing 172.000 ton per tahun dihasilkan Tanjung Santan, 70.000 ton per tahun dari Santa Fe Jabung, 14.800 ton per tahun (Paluh/Gebang Sumut), 5.000 ton per tahun (Arar), dan 3.300 ton per tahun (Tugu Barat).
Pangsa pasar LPG sekitar 68 persennya dipegang oleh bagian Hilir Pertamina, 11 persen oleh Hulu Pertamina, dan 21 persen sisanya adalah total market produser swasta.
LPG juga diekspor ke beberapa negara sahabat, seperti Jepang (pembeli terbesar LPG Indonesia dengan jumlah seluruhnya di tahun 1996 saja sebesar 2.100.000 ton per tahun), Singapura, Hongkong, dan negara lainnya. Di antara pembeli itu di antaranya Mitsubishi Corp, Marubeni, Sumitomo, Mitsui, Devon Energy, dan Petrede vv.

Harga Pasar
Mochamad Harun, Media Relations PT Pertamina (Persero), berpendapat selama ini hambatan utama bagi KKS ikut bermain di bisnis ini adalah harga LPG yang masih rendah. Pertamina, katanya, terpaksa masih memberlakukan harga LPG di bawah harga internasional dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.
”Oleh karena itu, iklim usaha LPG perlu ditata ulang dengan menghilangkan hambatan untuk masuk atau entry barrier bagi investor agar masyarakat luas dapat memperoleh layanan LPG yang baik serta produsen memperoleh keuntungan yang memadai,” ujar Harun.
Untuk penjualan LPG dari BP Migas kepada PLN, jauh-jauh hari Kardaya Warnika menandaskan bahwa harga jualnya mengikuti harga pasar. Artinya, lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh Pertamina dan mengacu pada harga Crude Price (CP) Aramco. Sekadar gambaran, untuk harga patokan minyak mentah US$ 36 per barel, Pertamina menawarkan harga LPG sebesar US$ 296 per metrik ton, sedangkan CP Aramco tercatat US$ 383 per MT. Untuk harga minyak lebih dari US$ 60 per barel, tentu saja harga LPG akan merangkak naik.
“Tetapi selama pembelinya ada, yaitu PLN, saya kira tidak ada masalah. Ini murni adalah transaksi business to business. Dan sebenarnya PLN masih lebih ekonomis menggunakan LPG ketimbang BBM,” jelas Kardaya. Ya, buat apa bertahan menggunakan BBM yang kian langka dan mahal bila LPG banyak tersedia.
(SH/rudy victor sinaga)
Add to Technorati Favorites
Google
Kata-kata Hikmah..! Jelang Pemilu, Jangan Golput ! Di Pemilu 2009